Bahtsul Masail PKAY UNISMA : Hukum Mengqada’i Sholat Wajibnya Mayyit

Pondok Pesantren Kampus ‘Ainul Yaqin’ UNISMA Gelar Batsul Masa’il .

Malang- Kamis (16/06) Pesantren Kampus Ainul Yaqin Universitas Islam Malang telah melaksanakan kegiatan Batsul Masa’il. Kegiatan dimulai pada pukul 18.00 WIB  secara offline dan online. lebih dari 20 santri yang mengikuti acara tersebut,  khususnya santri yang di program Ma’had aly dengan didampingi mushohih Ustad Thoriq Al Anshori, Lc., M.Pd . Kegiatan tersebut bertempat di Aula Ibnu Khaldun yang dihadiri undangan secara terbatas.

Bahtsul Masail adalah forum yang membahas masalah-masalah yang belum ada dalilnya atau belum ketemu solusinya. Masalah tersebut meliputi masalah keagamaan, ekonomi, politik, budaya dan masalah-masalah lain yang tengah berkembang di masyarakat. Masalah tersebut dicarikan solusinya yang diambil dari Kutubul Mu’tabaroh. Di kalangan Nadlatul Ulama’, Bahtsul Masail merupakan tradisi intelektual yang sudah berlangsung lama.

Sebelum Nahdlatul Ulama’ (NU) berdiri dalam bentuk organisasi formal (jam’iyah), aktivitas Bahtsul Masail telah berlangsung sebagai praktek yang hidup di tengah masyarakat muslim
nusantara, khususnya kalangan pesantren. Hal itu merupakan tanggung jawab ulama’ (Kiai) dalam membimbing masalah keagamaan masyarakat sekitarnya. Di pondok pesantren, Bahtsul Masail menjadi salah satu forum diskusi yang sering dilakukan oleh para santri, dengan eksistensi memecahkan sebuah masalah baik itu yang sudah terungkap dalam ta’bir-ta’bir kitab salaf atau  masalah-masalah kekinian yang belum terdeteksi hukumnya.

Acara dimulai dengan pembukaan, dilanjutkan dengan melantunkan sholawat nuril anwar kemudian dilanjutkan dengan acara inti yaitu Batsu Masa’il yang dipimpin oleh moderator Rio Zarkasi Aziz, mulai dari pembacaan deskripsi permasalahan dan soal yang diajukan.

Masa’il yang dibahas menanyakan tentang hukum status neneknya yang sudah tua rentan dan sakit-sakitan yang tidak kuat melakukan kegiatan seperti halnya melakukan ibadah shalat, puasa dan ibadah-ibadah lainya. Terkait dengan hukum meninggalkan puasa, dalam syariat tentu sudah ada hukum yang mengatur dengan jelas, baik dengan membayar fidyah, maupun dengan yang lainnya. Sedangkan terkait dengan sholat, yang notabennya sebagai ibadah yang yang seharusnya dikerjakan secara mandiri dan harus dilaksanakan dalam kondisi apapun dengan terpaksa beliau tinggalkan selama 2 tahun mengingat keadaan beliau yang sedang sakit. Sehingga pada akhirnya beliau meninggal dunia.

kemudian selepas beliau neneknya wafat dari keluarga berencana untuk meng-qhodi’i shalat neneknya selama 2 tahun yang tidak terlaksana dengan minta bantuan kepada santri di salah satu pondok pesantren dengan menyiapkan uang 2 juta untuk diberikan.

Yang ditanyakan oleh masa’il adalah apakah diperbolehkan hukum perwalian dalam qadha’ hutang sholat  nenek tersebut? mengingat sholat adalah ibadah yang tidak bisa diwakilkan, dan dalam bab wakalah pun perwalian dalam sholat tidak diterangkan secara jelas, berbeda halnya dengan puasa dan haji yang mempunyai bab tersendiri.

Seperti biasa sebelum dijawab oleh mushohih dari temen-temen santri ada yang menjawab atas pertanyaan yang diajukan oleh masa’il diantaranya oleh santriwati Nadia Zayyana Nafisah santriwati Ma’had Aly 3 yang menjawab terjadi perbedaan pendapat mulai dari memperbolehkan sebagaimana menurut pendapat imam syafi’I dan tidak diperkenankan meng-qhod’I cukup membayar fidyah (Fathul Mu’in, hal. 3, cetakan Al-Haramain), kemudian dari Ma’had Aly 1 Nabil Siraj juga menambahkan tidak perlu meng-qodo’I maupun membayar fidyah, namun sebagian mujtahid mewajibkan untuk meng-qodo’I shalat (Fathul Mu’in) dan banyak lagi santri maupun santriwati yang menjawab namun secara garis besarnya hampir sama semua.

Sedangkan menurut mushohih ada 2 pendapat yaitu, qoul jadid dan qoul qodim yang inti dari 2 pendapat ini adalah saling kuat maka diperbolehkan mengganti shalat maupun tidak.

  • Menurut Qoul Jadid, sholat yang ditinggalkan oleh mayyit tidak usah diqodho bahkan jika dibayarkan fidyah atas sholat yang ditinggalkan maka tidak akan dapat gugur. Pendapat inilah yang masyhur dalam madzhab Syafii.
  • Menurut Qoul Qodim, sholat yang ditinggalkan oleh mayyit boleh diqodho’ atau dibayarkan fidyah atas sholat yang ditinggalkan per satu sholat satu mud, bahkan Imam Nawawi menguatkan pendapat ini. Perbedaan pendapat muncul lantaran hadith yang berkaitan dengan memayar fidyah berstatus dhaif.

(Roudlotut Tholibin wa umdatul muftiin, Juz II, Abu Zakariya Muhyiddin Syarof An Nawawi, Darul Fikr, 2005, halaman 264-265)

Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan ke 2. Apa bentuk akad dalam pemberian dari pihak keluarga tersebut ? apakah hibah, ijaroh, hadiah, atau yang lain ? dan hukumnya bagaimana ?

Seperti biasah dari santri Ma’had Aly 2 Fatih Hikam menjawab bawasanya adanya jasa berupa membantu mengqadha’ sholat mayit maka disebut Ujrah. Kemudian ada jawaban lain oleh santriwati Ma’had Aly 4 Ulfatun Hasanah tidak adanya akad pada masalah ini, sehingga disebut shodaqoh.

Sedangkan menurut mushohih adalah hibah atau pemberiaan karena yang paling tepat untuk istilah dalam praktek soal di atas karena bukan shodaqoh karena definisi shodaqoh itu sendiri adalah memberikan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan dengan harapan mendapatkan pahala di akhirat, tidak bisa disebut ujrah (upah) pula karena ujrah biasanya terjadi dalam dunia pekerjaan yang memang ada akad sebelumnya, seperti contoh seseorang bekerja dari pagi sampai sore maka diberi ujrah (upah) Rp 500.000.

  1. Mu’jam al Wasith, Al Qomus Al Muhith bab Akad
  2. Kanzurroghibin syarah minhajit tholibin, Jilid II Juz III, Darul Minhaj, 2011, Halaman 107

Wallahu a’lam

Acara selesai pada pukul 20.30 WIB yang ditutup dengan pembacaan do’a. Acara berlangsung dengan lancar, khidmah dan khusyu’

Berikut adalah HASIL-KEPUTUSAN-BAHTSUL-MASAIL-PKAY-UNISMA-2022-1