Penulis: M. Indra Riamizad Raicudu
Sebuah lembaga pendidikan seperti pesantren memiliki tradisi unik yang patut untuk dilestarikan. Apa tradisi itu? Tradisi itu berupa peringatan atas jasa-jasa guru-guru, masyayikh, dan muassis (pendiri) pesantren dalam satu kegiatan yang disebut rangkaian haul serta manaqib yang berisi kisah perjuangan semasa hidupnya yang penuh ikhtiar dan tawakkal. Banyak sekali ibaroh yang dapat dijadikan refleksi dan integral dengan masa kini, utamanya tentang semangat mengamalkan ilmu dengan totalitas juga ikhlas dari harta, jiwa, raga, serta bentuk serupa lainnya.
Kamis, 18 Juli 2024 bertempat di Aula Rusunawa 3 Ibnu Khaldun, Pesantren Kampus ‘Ainul Yaqin UNISMA dalam rangkaian acara harlah dan wisuda yang di dalamnya terdapat haul masyayikh dan muassis. Adapun masyayikh dan muassis yang diperingati perjuangannya meliputi KH. Oesman Mansoer, Prof. Dr. KH. Tholchah Hasan, KH Ihsan Hafie, KH Sumantri, KH Noor Chozin Askandar, KH. Muhammad Murtadlo Amin, & KH Chamzawi Syaichon, M.HI. Sebelumu memasuki acara inti tentang kisah perjuangan para masyayikh dan muassis. Para santri bersama dewan asatidz mengadakan khataman Al-Qur’an sebanyak 15 kali dan dilanjutkan dengan pembacaan sholawat nuril anwar sebanyak 1500 yang dibaca bersama-sama dikhususukan kepada para masyayikh dan muassis.
Bukan sebuah kebetulan angka 15 & 1500 itu muncul. Akan tetapi, diambil dari momen bersejarah tahun ini yaitu Wisuda ke-15 PKAY UNISMA. Oleh sebab itulah angka tersebut digunakan, karena masih dalam tema harlah dan wisuda. Terkait dengan Harlah ke-27 diletakkan dimana? Angka tersebut dimanifestikan ke dalam kegiatan ziarah makbaroh ulama di Malang Raya sebayak 27. Dengan demikian lengkaplah sudah implementasi praktis momen Harlah ke-27 dan Wisuda ke-15.
Haul malam ini begitu istimewa bagi kami para santri PKAY. Hal ini disebabkan kehadiran dari putra salah satu masyayikh yang dihauli yaitu Gus Hirshi Anadza putra dari Al-Maghfurlah KH Noor Chozin Askandar. Pada kesemapatan ini beliau menyampaikan sekilas kisah (manaqib) dari abahnya. Gus Hirshi bercerita bahwa sosok Yai Chozin (Abah Chozin) merupakan sosok yang haus akan ilmu, sampai-sampai dalam kondisi kesehatan sudah tidak prima lagi beliau tetap semangat mengamalkan ilmunya juga menempuh pendidikannya yang waktu itu S3 di UIN Sunan Ampel Surabaya. Penyampaian Gus Hirshi terdengar santai, ringan, & non formal namun, bagi santri yang sadar akan kondisinya yang masih prima terlena oleh zona nyaman, maka cerita ringan itu sangatlah telak menerjang dirinya. Di akhir bercerita tentang Yai Chozin, beliau menyampaikan sebuah ijazah agar luas dan dipermudah dalam urusan mencari ilmu, yaitu berusaha mengistiqomahkan membaca Ayat 35 dari QS. An-Nur