Tan Kena Kinaya Ngapa

Dimulailah kegiatan yang cerah berselimut awan tipis oleh sebagian penduduk pesisir pantai utara dengan membawa jala demi sesuap nasi. Mereka berhamburan, tetapi ada yang terlihat aneh. Wajah teduh, padam disebabkan harga tangkapan laut menurun, distribusi tidak bisa akibat wabah Jamur Ajaib. Lalu mau dijual kemana hasil tangkapan ini. Berbeda dengan Juli, pengusaha orang kaya baru. Paginya dihiasi dengan gemerlap dunia dengan hidangan kopi tubruk khas Indonesia timur. “Santii!!! Bacakan berita terbaru hari ini dari majalah Tempo” pinta Ndoro Juli. “Iya Ndoro“. Itulah julukan dari batur-batur untuk Juli.

Sontak kaget nan gelisah, dapat dilihat ekspresi Juli ketika mendengar kabar berita terbaru. “Ini peluang bagus untuk melipatgandakan kekayaan ku”, Gumam Juli. Ia bergegas menyiapkan segala bentuk surat dari asetnya. Bengkatlah ia didampingi oleh bodyguard elite jawara kampung sebelah. “Setelah investasi di perusahaan ini satu tahun saja, aku yakin pasti akan menjadi jajaran orang terkaya”, batin Juli.

Kurang satu hari lagi genap setahun Juli berinvestasi di perusahaan Jago Merah. ” Ndoro besok jadi jajaran orang terkaya, semoga nasib kita semakin mujur” bincang harapan batur-batur Juli. Esok hari, suasana agak gelap tertutup mendung, Juli dan batur-baturnya bersiap meraup keuntungan. “Juli….. Juli…Juli…!!!” Suara perempuan yang mengagetkan Juli. Ia kaget dan tersadar dari tidurnya. Ternyata itu suara ibu Juli. Maka seluruh gelimang harta kekayaan yang dimiliki kini bangkrut hanya dengan suara itu. “Barusan hanyalah bunga tidur semata”, Juli menghadapi kenyataan hidup jauh dari kata sederhana, menjadi kuli panggul di penghujung pasar dengan upah seadanya.

 

Penulis: Anggota Humas, TIK, & Alumni PKAY UNISMA: M. Indra Riamizad Raicudu